Senin, 22 November 2010

A. PENDAHULUAN
Seiring dengan bertambah dan berkembangnya kebutuhan manusia, antara manusia satu dengan manusia yang lainnya, dimana tingkat kegiatan juga makin berkembang yang mengakibatkan tingginya pergerakan yang dilakukan tiap harinya oleh manusia untuk melakukan aktivitas dibutuhkan suatu alat perhubungan yaitu alat transportasi. Dengan adanya alat transportasi, diharapkan pergerakan yang dilakukan oleh manusia menjadi lebih cepat, amat, nyaman juga terintegrasi. Sarana dan prasarana transportasi dewasa ini berkembang cukup signifikan dengan mengikuti fenomena yang timbul akibat penggalian sumberdaya seperti penemuan teknologi baru, perkembangan struktur masyarakat, dan peningkatan pertumbuhan. Oleh karena itu, dari masa ke masa perkembangan transportasi sangatlah pesat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa transportasi merupakan salah satu komponen utama dalam sistem kehidupan, sistem kepemerintahan maupun sistem kemsyarakatan.
Transportasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Terdapat hubungan erat antara transportasi dengan jangkauan dan lokasi kegiatan manusia, barang-barang dan jasa. Dalam kaitan dengan kehidupan manusia, transportasi memiliki peranan signifikan dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, politik dan pertahanan keamanan. Dalam aspek perekonomian, transportasi mempunyai pengaruh yang besar. Kondisi sosial demografi pada suatu wilayah memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja transportasipada wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah menin gkatnya jumlah penduduk yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun urbanisasi. Tingkat urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnya penduduk yang secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya saing dari transportasi wilayah (Susantoro& Parikesit, 2004:14).
Berbagai permasalahan transportasi dewasa ini banyak terjadi, realitas transportasi di perkotaan besar sudah menunjukkan kerumitan persoalan transportasi. Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah melebihi kapasitas jalan, dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya. Kegagalan dalam suatu sistem transportasi dapat mengganggu aspek-aspek lain dalam suatu tatanan perkotaan seperti mengganggu perkembangan suatu wilayah atau kota, mempengaruhi efisiensi ekonomi suatu perkotaan, bahkan dapat menyebabkan kerugian–kerugian yang lainnya dalam sistem tatanan suatu perkotaan atau wilayah. Kerumitan dalam sistem transportasi bukan hanya menjadi masalah pemerintah, operator saja, melainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul akhir-akhir ini mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan dan masih mengesankan biaya sosial dan ekonomi tinggi.
Sistem transportasi, terutama infrastruktur jalan raya merupakan salah satu alat terpenting untuk mencapai standar kehidupan yang tinggi. Ini membawa konsekuensi penggunaan teknologi baru dan lebih canggih, sebagai alternatif-alternatif pemecahan masalah dari sistem transportasi tersebut, seperti interchanges, jalan-jalan layang (fly overs), jalan bebas hambatan (freeways), jalur kereta layang (elevated railways track), tanda-tanda lalu lintas yang terkoordinasi, dan sebagainya untuk menampung kecepatan yang lebih tinggi dan aliran (jumlah) lalu lintas yang lebih besar, terutama di daerah perkotaan. Selain itu peningkataan jumlah penggunaan lalu lintas berupa kendaraan bermotor meningkatkan pula kemacetan lalu lintas dan pencemaran udara, serta kebisingan. Sehingga, perlu adanya usaha-usaha untuk mengatasi masalah tersebut, yang harus dilakukan secara terpadu, seperti penataan ruang kota, pengaturan lalu lintas, pemanfaatan energi alternatif untuk kendaraan bermotor, penggunaan angkutan cepat masal (mass rapid transit), dsb.
Kerumitan dalam sistem transportasi bukan hanya menjadi masalah pemerintah, melainkan juga masyarakat. Pengadaan transportasi publik, merupakan alternatif awal dari pemerintah untuk menanggulangi permasalaha-permasalahan transportasi yang kian meruncing. Namun, transportasi publik juga memiliki berbagai kekurangan dan permasalahan dalam berbagai aspek. Fenomena yang dewasa ini terjadi dalam permasalahan transportasi publik, yaitu mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan dan masih mengesankan biaya sosial dan ekonomi tinggi. Hal ini berakibat pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilisisasi. Manfaat terbesar bagi pengendara dan bukan pengendara dari peningkatan perbaikan transportasi publik akan sangat membantu mengurangi masalah-masalah sistem transportasi global, seperti kemacetan jalan, polusi udara, serta konsumsi minyak dan energi yang berlebih.
Berbagai kebijakan yang mempengaruhi permasalahan sistem transportasi harus diintegrasikan hingga seimbang dan berkesinambungan, sehingga keduanya dapat berjalan seiring, misalnya dengan pengadaan program untuk mendorong penggunaan transit massa dan mengurangi perjalanan dengan menggunakan mobil berpenumpang satu (single-occupant car travel). Hal penting lainnya adalah peningkatan integrasi transportasi dan perencanaan pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah dari sistem transit atau rencana transportasi, jarang memiliki pengaruh yang kuat. Sedangkan pendekatan sistematis dapat memunculkan energi untuk memperkuat sistem transportasi.dan memperbaikinya. Terkait akan pemecahan permasalahan-permasalahan dari sistem transportasi tersebut, penerapan sustainable transportation (transportasi berkelanjutan) mulai dilakukan. Transportasi berkelanjutan mengacu pada setiap sarana transportasi dengan dampak yang rendah pada lingkungan, dan termasuk berjalan dan bersepeda, pembangunan berorientasi transit, kendaraan hijau, dan membangun atau melindungi sistem transportasi perkotaan yang hemat bahan bakar, ruang- tabungan dan mempromosikan gaya hidup sehat. Pemahaman terhadap transportasi yang keberlanjutan sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan mutlak diperlukan. Hal ini dapat dimulai dari pendefinisian konsep transportasi berkelanjutan, dan merumuskan indikator yang digunakan untuk melihat tingkat keberlanjutannya. Penggunaan konsep berkelanjutan sebagai solusi dalam menyelesaikan permasalahan sistem transportasi, pada awalnya dapat dilakukan dengan mengenali karakteristik permasalahan yang dapat diketahui melalui indikator tertentu.
Konsep dari keberlanjutan tersebut juga dirasa sangat penting dalam bidang trasnportasi, dimana konsep transportasi yang keberlanjutan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pembangunan suatu wilayah. Litman and Burwell, 2004 (Litman, 2005), mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan perhatian pada keberlanjutan dan implikasinya terhadap perencanaan transportasi. Oleh sebab itu, pentingnya konsep transportasi berkelanjutan ini, tidak dapat dipungkiri lagi. Transportasi yang menyangkut perpindahan barang dan manusia menuju tempat dan waktu yang berbeda berperan sebagai fasilitator dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Fungsinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang saling melengkapi dengan sektor-sektor lainnya. Transportasi yang menyangkut perpindahan barang dan manusia menuju tempat dan waktu yang berbeda berperan sebagai fasilitator dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Fungsinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang saling melengkapi dengan sektor-sektor lainnya. Menurut Steg (Linda Steg, 2005:61), sustainable transportation sebagai bagian dari sustainable development secara umum dikembangkan melalui tiga syarat, yaitu peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat (economy), meminimalisasi dampak pembangunan terhadap lingkungan hidup (environment), serta keberlanjutan sumber daya (equity) yang ada. Dengan kata lain, dalam interaksi tersebut, transportasi memegang peranan penting di mana perencanaan dan penyediaan sistem transportasi harus memperhatikan segi ekonomi, lingkungan dan masyarakat.
Penilaian berkelanjutan atau tidaknya sistem transportasi di suatu wilayah didasarkan atas kriteria-kriteria tertentu. Dewasa ini, belum terdapat indikator baku yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keberlanjutan transportasi tersebut. Oleh karena itu, sebelum dan sesudah dilakukannya penerapan transoportasi berkelanjutan, khususnya pada daerah perkotaan yang memilki permasalahan sistem trasnportasi yang kompleks, sangatlah penting untuk melakukan kajian indikator yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberlanjutan transportasi perkotaan yang nantinya akan memperkuat pemahaman dalam mendefinisikan konsep transportasi berkelanjutan dan variabel yang mempengaruhinya.
A. TINJAUAN PUSTAKA
1.Transportasi
Fidel Miro, dalam bukunya Perencanaan Transportasi, mengemukakan bahwa transportasi merupakan usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain tersebut, objek lebih bermanfaat atau berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Menurut Papocostas (1987) transportasi didefinisikan sebagai sutu sistem yang terdiri dari fasilitas tertentu beserta arus sisten kontrol yang memungkinkan orang atau barang dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara efisien dalam setiap waktu untuk mendukung aktivitas manusia. Dalam bukunya, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi (1984), Morlok mengemukakan bahwa transportasi di definisikan sebagai suatu tindakan, proses atau hal mentransportasikan, atau dengan kata lain transportasi adalah memindahkan dari suatu tempat ke tempat lain. Untuk teknik trasnportasi sebagai penerapan dari sainsi dan matematika diman sifat-sifat zat dan sumber-sumber energi alami yang di pakai untuk mengangkut penumpang dan mengangkut barang dengan suatu cara yang berguna bagi manusia.
Transportasi juga merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, gerak, mengangkut dan mengalihkan dimana proses ini tidak dapat dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan agar sesuai dengan waktu yang diinginkan.Alat pendukung yang digunakan untuk melakukan proses perpindahan juga bervariasi, tergantung pada :
•Bentuk objek yang akan dipindahkan tersebut
•Jarak antara suatu tempat dengan tempat yang lain
•Maksud objek yang akan dipindahkan tersebut
Sehingga alat-alat pendukung dalam proses perpindahan tersebut harus sesuai dengan objek, jarak, dan maksud objek, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Untuk mengetahui keseimbangan antara objek yang diangkut dengan alat pendukung tersebut, harus dilihat secara standar kuantitas dan kualitas dari alat pendukung itu sendiri.
Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan atau kelompok dalam masyarakat. Perjalanan dilakukan melalu lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan kecepatan tertentu. Jadi perjalanan adalah proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya.
1.1 Manfaat Transportasi
Manfaat transportasi meliputi manfaat sosial, ekonomi, politik, dan fisik.
a.Masalah Sosial.
Dalam kehidupan sosial / bermasyarakat ada bentuk bentuk hubungan yang bersifat resmi, seperti hubungan antara lembaga pemerintah dengan swasta, maupun hubungan yang bersifat tidak resmi, seperti hubungan keluarga, sahabat, dan sebagainya. Untuk kepentingan hubungan sosial ini, transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan, seperti :
•Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok
•Pertukaran dan penyampaian informasi
•Perjalanan pribadi maupun sosial
•Mempersingkat waktu tempuh antara rumah dan tempat bekerja
•Mendukung perluasan kota atau penyebaran penduduk menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil
a.Manfaat Ekonomi.
Manusia memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya akan pangan, sandang, dan papan. Sumberdaya alam ini perlu diolah melalui proses produksi untuk menjadi bahan siap pakai yang perlu dipasarkan, di mana terjadi proses tukarmenukar antara penjual dan pembeli. Produksi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, di mana sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dipadukan untuk menghasilkan barang yang dapat dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan ekonomi adalah gabungan dari tiga “faktor produksi”, yaitu: tanah (bumi), tenaga kerja, dan modal. Tanah bagi ahli ekonomi berarti semua sumber daya alam non manusia, dan modal berarti semua peralatan, perlengkapan, teknologi, dsb. Tujuan dari kegiatan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan manusia melalui cara mengubah letak geografi orang maupun barang. Dengan transportasi, bahan baku dibawa ke tempat produksi, dan dengan transportasi pula hasil produksi dibawa ke pasar. Para konsumen datang ke pasar atau tempat-tempat pelayanan yang lain (rumah sakit, pusat rekreasi, dan seterusnya) dengan menggunakan transportasi.
b.Manfaat Politik.
Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, maka transportasi memegang peranan penting, antara lain dari segi politik. Beberapa manfaat politik dari transportasi, adalah:
•Transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi.
•Transportasi mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dikembangkan atau diperluas secara lebih merata pada setiap bagian wilayah negara.
•Keamanan negara sangat tergantung pada transportasi yang efisien untuk memudahkan mobilisasi kemampuan dan ketahanan nasional, serta memungkinkan perpindahan pasukan selama masa perang atau untuk menjaga keamanan dalam negeri.
•Sistem transportasi yang efisien memungkinkan perpindahan penduduk dari daerah bencana.
c.Manfaat Fisik.
Transportasi mendukung perkembangan kota dan wilayah sebagai sarana penghubung. Rencana tata guna lahan kota harus didukung secara langsung oleh rencana pola jaringan jalan yang merupakan rincian tata guna lahan yang direncanakan. Pola jaringan jalan yang baik akan mempengaruhi perkembangan kota yang direncanakan sesuai dengan rencana tata guna lahan. Ini berarti transportasi mendukung penuh perkembangan fisik suatu kota atau wilayah
1.2Masalah-Masalah yang Ditimbulkan oleh Tranportasi
Berbagai permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh trasnportasi, dewasa ini makin meningkat. Apabila tidak ditindak lanjuti, dampak kedepannya akan sangat berpengaruh terhadap keberlansungan hidup manusia dan ekosistemnya. Masalah-masalh yang ditimbulkan oleh trasnportasi dalah sebagai berikut:
•Tingginya pemakaian bahan bakar sebagai akibat meningkatnya penggunaan kendraan bermotor sebagai moda trasnportasi.
•Polusi udara (peningkatan emisi gas karbondioksida).
•Polusi suara (kebisingan), yang disebabkan penggunaan kendaran-kendaraan bermotor.
•Kemacetan lalu lintas yang juga merupakan akibat dari peningkatan penggunaan kendraan pribadi sebagai moda trasnportasi oleh masyarakat dimana kapasitas infrastrukutr jalan yang tidak mendukung. Selain itu lemahnya kebijakan dan perencanaan pemerintah dalam hal tatanan sistem trasnportasi juga berpengaruh pada terjadinya kemacetan lalu lintas.
•Terjadinya kecelakaan lalu lintas akibat sarana dan prasrana yang terkadang kurang memadai dan kurangnya kepatuhan masyarakat terhadap lalu lintas.
2.Transportasi Perkotaan yang Berkelanjutan
Sistem trasnportasi memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan, khususnya terhadap tingkat penggunaan energi dunia dan emisi karbondioksida. Peningkatan emisi gas rumah kaca yang berasal dari sistem trasnportasi lebih cepat dibandingkan dengan sektor kegiatan lain yang juga menghasilkan emisi tersebut. Selain itu trasnportasi juga menjadi penyebab utama terhadap terjadinya peningkatan polusi udara. Sehingga dengan berdasar pada hal-hal tersebut, perlu dicanangkan sustainable trasnportation (transportasi yang berkelanjutan) yang berkesinambungan dengan meminimalisasi dampak terhadap lingkungan. Meningkatnya jumlah penduduk dibarengi dengan peningkatan kondisi social ekonomi berdampak secara signifikan terhadap meningkatnya mobilitas penduduk terutama di kota-kota besar. Hal tersebut membutuhkan dukungan sarana dan prasarana transportasi yang cukup demi menjaga keberlanjutan kegiatan ekonomi kota serta menunjang pencapaian sasaran pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun pencapaian sasaran pembangunan juga telah menimbulkan masalah di bidang transportasi pada perkotaan. Di antaranya adalah kemacetan lalu lintas yang semakin hari semakin serius. Kemacetan akibat tingginya volume lalu lintas telah berdampak pula terhadap kualitas udara perkotaan.
Untuk itu, diperlukannya penataan transportasi bagi instansi pemerintah yang berwenang dalam bidangnya, sekaub itu diperlukan sinergi dari berbagai sektor terkait lainnya untuk mengendalikan pencemaran udara.
Pada hakekatnya, perencanaan transportasi pada masa-masa terdahulu dapat dikatakan masih tradisional, karena hanya bertujuan untuk meningkatkan mobilitas, terutama untuk kendaraan, dan dapat dikatakan masih gagal mempertimbangkan dampak yang lebih luas, seperti dampak-dampak trasnportasi terhadap keberlangsungan lingkungan. Transportasi yang berkelanjutan mengacu pada setiap sarana transportasi dengan dampak yang rendah terhadap lingkungan, seperti melakukan pergerakan dengan berjalan dan bersepeda, pembangunan sarana trasnportasi yang berorientasi transit, kendaraan hijau, juga membangun maupun melindungi sistem transportasi perkotaan yang hemat bahan bakar, ramah lingkungan dan mempromosikan gaya hidup sehat. Sistem transportasi berkelanjutan memberikan kontribusi positif terhadap kelestarian lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat yang terlayani. Sistem trasnportasi yang ada diperuntukan dalam penyediaan integrasi sosial dan ekonomi, dimana manusia bertindak dengan cepat akan kesempatan oleh penawaran mobilitas yang meningkat. Keuntungan terhadap mobilitas yang meningkat itu pulalah yang akhirnya menjadi acuan dalam melakukan pertimbangan akan dampak lingkungan, sosial dan ekonomi yang selalu terintegrasi dengan sistem transportasi. Transportasi yang berkesinambungan mulai dipakai sebagai tindak lanjut logis dari pembangunan berkelanjutan, dan digunakan untuk menggambarkan jenis transportasi, dan sistem perencanaan transportasi, yang konsisten dengan keprihatinan yang lebih luas keberlanjutan.
Konsep berkelanjutan dirasakan sangat penting untuk diterapkan dalam perencanaan transportasi (Litman dan Burwell, 2004). Dapat dikatakan bahwa transportasi berkelanjutan (sustainable transportation) merupakan refleksi pembangunan yang berkelanjutan dalam sektor transportasi. Ada beberapa faktor pemicu perlunya strategi tranportasi berkelanjutan, yaitu :
a.Selama ini kebijakan pemerintah masih berorientasi pada pengembangan infrastruktur jalan.
b.Kurangnya kajian tentang trasnportasi yang komprehensih
c.Pertumbuhan yang cepat dalam era ekonomi global lebih menuntut pelayanan trasnportasi yang lebih beragam baik kualitas maupun kuantitasnya
d.Kekhawatiran akan ancaman penurunan kulaitas lingkungan.

2.1 Definisi Transportasi yang Berkelanjutan
Pada dasarnya tidak terdapat salah satu pengertian yang spesifik, utuh dan universal yang dapat mendefinisikan sustainable tranportation (transportasi berkelanjutan) (janic, 2005:83). Apabila dikaitkan dengan pengertian pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), konsep trasnportasi yang berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu pengembangan perkotaan dan sistem transportasinya secara berkelanjutan dengan tidak merugikan generasi yang akan datang, walaupun tetap memperhatikan masa sekarang dengan cukup serius. Center of Sustainable Transport di Kanada (CST, 1999) mendefinisikan bahwa trasnportasi berkelanjutan sebagai suatu sistem transportasi yang dapat menciptakan suatu keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dengan ekosistem yang sehat, terjangkau dan dapat beroperasi secara efisien, seperrti pembatasan emisi dan pembuangan agar tidak melampaui kemampuan bumi untuk menjamin keterlibatan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam merumuskan kebijakan sektor trasnportasi.
Definisi sustainable tranportation (transportasi berkelanjutan) juga dikemukakan oleh Organisation of Economic Cooperation and Development dan National Round Table on the Enviroment and the Economic (OECD, 1996; NRTEE, 1996) yang mendefinisikan keberlanjutan transportasi dalam 3 aspek, yakni :
a.Lingkungan
Transportasi berkelanjutan merupakan trasnportasi yang tidak membahayakan kesehatan publik dan ekosistem serta menyediakan sarana mobilitas dengan memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbarui atau dengan kata lain trasportasi yang tidak menimbulkan polusi air, udara dan tanah juga menghindari penggunaan sumberdaya yang berlebihan.
b.Ekonomi
Transportasi berkelanjutan merupakan transportasi yang dapat menjamin pemenuhan biaya transportasi melalui pembebanan ongkos yang layak bagi masyarakat pengguna sarana prasarana transportasi dan dapat mewujudkan keadilan dalam sistem trasnportasi.
c.Sosial
Transportasi berkelanjutan merupakan trasnportasi yang dapat meminimalisasi tingkat kebisingan, kecelakaan, waktu tempuh, kerugian akibat kemacetan, dan dapat meningkatkan keadilan sosial dan tingkat kesehatan dalam komunitas (transportasi yang dapat mendukung terwujudnya lingkungan sosial yang sehat, komunitas yang layak untuk didiami dan kaya akan modal sosial)
Berdasarkan definisi tersebut, OECD mengindikasikan bahwa tujuan dari transportasi berkelanjutan adalah jaminan ketersdeiaan akses, pelayanan, dan penyediaan sarana yang tidak menggunakan sumberdaya yang membahayakan lingkungan dan menjamin terwujudnya keadilan masyarakat (OECD: 1996). Transportasi berkelanjutan juga dapat didefinisikan sebagai suatu sitem transportasi yang penggunaan bahan bakar, emisi kendaraan, tingkat keamanan, kemacetan, serta akses sosial dan ekonominya tidak akan menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat diantisipasi oleh generasi yang akan datang (Richardson, 1999).
Transportasi yang berkelanjutan merupakan sistem transportasi yang dapat meminimalisasi dampak terhadap aspek lingkungan, ekonomi dan sosial dengan memanfaatkan energi dan spasial yang efisien. Keefisienan energi dapat terwujud melalui pengoptimalan penggunaan energi yang dapat diperbarui dalam bidang transportasi atau penggunaan sumberang tidak dapat diperbarui secara efektif misalnya melalui proses trasnsit atau ridesharing. Sedangkan tingkat efisien dalam aspek spasial dapat dicapai melalui pemanfaatan lahan secara efektif, mendorong terwujudnya mix used zoning sehingga dapat meningkatkan akses (Ciuffini, 1995). Oleh karena itu sehingga dapat meningkatkan akses (Ciuffini, 1995). Oleh karena itu transportasi berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan akses (bagi semua level mobilitas), tingkat keamanan, kelestarian lingkungan, kekuatan ekonomi dan mampu mempersingkat perjalanan (Remiz, 1998).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa transportasi berkelanjutan merupakan sistem trasnportasi yang berkelanjutan dalam tiga aspek, yaitu aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Keberlanjutan dalam aspek lingkungan ditandai dengan adanya sistem trasnportasi yang mampu meminimalisasi dampak negatif tehadap lingkungan, membatasi emisi dan buangan sesuai dengan kemampuan absorbsi alam dan meminimalkan penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbarui. Keberlanjutan dalam aspek ekonomi berkaitan dengan keterjankauan (akses) masyarakat terhadap trasnportasi, keefisienan dan ketersediaan moda trasnportasi bagi masyarakat. Sedangkan keberlanjutan dalam aspek sosial lebih ditekankan pada pronsip keamanan dan perwujudan komunitas yang sehat dan layak untuk dihuni.
2.2Aspek-aspek dalam Transortasi Berkelanjutan
Berpedoman pada berbagai definisi transportasi berkelanjutan yang dikemukakan di atas, pada dasarnya terdapat tiga aspek yang terintegrasi di dalam transportasi berkelanjutan, yaitu keberlanjutan dalam aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
a.Aspek Lingkungan
Keberlanjutan trasnportasi dalam aspek lingkungan dapat didefinisikan dalam hal pembatasan emisi dan buangan agar tidak melampaui kemampuan absorbsi bumi, meminimumkan penggunaan energi dari sumber yang tak terbarukan, menggunakan komonen yang terdaur ulang, dan meminimalisasi penggunaan lahan serta memproduksi polusi suara sekecil mungkin (CST, 1999) atau trasnportasi yang tidak membahayakan kesehatan publik dan ekosistem juga menyediakan sarana mobilitas dengan memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbarui. Dengan kata lain trasnportasi yang tidak menimbulkan polusi udara, air, dan tanah serta menghindari penggunaan yang berlebihan (OECD, 1995; NRTEE, 1996)
Beberapa hal yang akan dilihat lebih lanjut yang berkaitan dengan keberlanjutan transportasi dalam aspek lingkungan tersebut anatara lain pencemaran udara, tingkat kebisingan, polusi air, tingkat penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbarui, penurunan kualitas lahan dan kerusakan ekosistem yang ditimbulkan dari sektor trasnportasi (Litman, 2005).
b.Aspek Sosial
Dalam aspek sosial, keberlanjutan transportasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang menyediakan akses terhadap kebutuhan dasar individu atau masyarakat secara aman dan dalam cara yang tetap konsisten dengan kesehatan manusia dan ekosistem, dan dengan keadilan masyarakat saai ini dan masa mendatang (CST, 1999) atau trasnportasi yang dapat meminimalisasi tingkat kebisingan, kecelakaan, waktu tempuh, kerugian akibat kemacetan dan dapat meningktkan keadilan sosial dan tingkat kesehatan dalam komunitas (transportasi yang dapat mendukung terwujudnya lingkungan sosial yang sehat, komunitas yang layak di diami dan kaya akan modal sosial) (OECD, 1996; NRTEE, 1996)
Keberlanjutan trasnportasi perkotaan dalam aspek sosial dapat dilihat melalui dampak sosial yang timbul akibat sistem trasnportasi yang ada. Dampak sosial ini berkaitan dengan kesetaraan (equity), kesehatan manusia, interaksi dalam suatu komunitas, nilai dan tradisi budaya dan unsur estetika (Forkebrock dan Weisbord, 2001; Litman, 2004; VTPI, 2005)
c.Aspek Ekonomi
Keberlanjutan transportasi dalam aspek ekonomi adalah trasnportasi yang terjangkau, dapat beroperasi secara efisien, mampu menyediakan berbagai alternatif pilihan moda trasnportasi dan mendukung laju pertumbuhan ekonomi atau trnasportasi yang dapat menjamin pemenuhan biaya transportasi melalui pembebanan ongkos yang layak bagi masyarakat sebagai pengguna transportasi tersebut. Menurut Litman secara umum pembangunan ekonomi menyangkut peningkatan pendapatan, ketenagakerjaan. Produktivitas, dan kesejahteraan sosial. Hal ini juga terkait denagn sektor trasnportasi. Bagian yang akan dilihat untuk mengidentifikasikan keberlanjutan trasnportasi dalam aspek ekonomi berhubungan dengan ketersediaan moda, aksesbilitas, dan besar biaya yang harus dikeluarkan untuk sektor trasnportasi.
Di Kota Tokyo terdapat beberapa moda transportasi yang berorientasi pada Sustainable transport, antara lain:
3.1.1 Shinkansen
Shinkansen merupakan sarana utama untuk angkutan antar kota di Jepang selain pesawat terbang. Kecepatan tertingginya dapat mencapai 300 km/jam.
Tidak ada daftar kecelakaan yang berakibat fatal dalam pengoperasian Shinkansen sejak sekitar 40 tahun yang lalu. Untuk menghadapi gempa bumi kereta ini dilengkapi dengan sistem pendeteksian yang akan memberhentikan kereta bila gempa bumi terdeteksi. Pada gempa bumi Chuetsu di Oktober 2004 sebuah Shinkansen yang dekat dengan pusat gempa lepas dari relnya, namun tidak ada penumpang yang terluka. Kereta generasi berikutnya, FASTECH 360 akan memiliki sayap rem penahan angin (yang mirip dengan kegunaan telinga) untuk membantu proses pemberhentian bila gempa bumi terdeteksi.
3.1.2Monorail
Monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel, kereta(monorail) lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising kereta konvensional.
Sistem monorel telah dibangun di banyak negara di dunia, banyak di antaranya adalah rel tinggi melintasi wilayah ramai yang mungkin akan membutuhkan pembangunan jalur bawah tanah yang mahal atau kerugian dari jalur atas tanah.
Kereta monorel 6 gerbong ("Seri 2000") meluncur pada kecepatan lebih dari 80 km/jam. Bila waktu berhenti di antara stasiun dihitung, kecepatan rata-ratanya Monorel Tokyo sekitar 45 km/jam.
Monorel Tokyo adalah salah satu dari jalur rel "swasta" yang menggunakan sistem kartu bayar ‘Suica’ JR East. Mulai tahun 2007 penumpang dapat menggunakan kartu ‘Pasmo’ yang dapat digunakan pula di semua jaringan angkutan cepat Tokyo walaupun bukan monorel.
Beberapa kelebihan monorail, antara lain:
•Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena dibuat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga.
•Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton.
•Bisa menanjak, menurun, dan berbelok sehingga lebih cepat dibanding kereta biasa.
•Lebih aman karena dengan kereta yang berprinsip memegang rel, resiko terguling jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim.
•Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.
Jalur monorel yang terdapat di kota Tokyo antara lain:
1.Hamamatsucho
2.Tennozu Isle
3.Oi Keibajo mae
4.Ryutsu Center
5.Showajima
6.Seibijo
7.Tenkubashi
8.Shin Seibijo
9.Haneda Airport (Terminal 1)
10.Terminal 2

3.1.3Kereta Api Bawah Tanah
Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan tanah (subway). Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api. Umumnya digunakan pada kota kota besar (metropolitan) seperti Tokyo.
3.1.4 Bicycle
Sepeda dinilai sangat cocok dipakai kota-kota di Jepang, mengacu kepada motto “eco-cycle city” yang mulai digalang pemerintah Jepang dalam rangka mempromosikan program ramah lingkungan.
Sepeda baik untuk kesehatan kita, juga baik untuk kenyamanan kota, kenyamanan global dan pemeliharaan lingkungan. Sepeda tidak menghasilkan gas karbon monoksida maupun karbon dioksida, tidak mencemari udara maupun lingkungan. Karena sepeda dioperasikan oleh otot tubuh manusia, maka tidak diperlukan konsumsi bahan bakar berupa bensin ataupun solar. Sepeda merupakan alat transportasi yang ramah lingkungan dan sangat cocok untuk kota besar yang tingkat polusinya semakin meningkat akibat aktivitas penduduknya. Besar kemungkinan sepeda akan dipilih menjadi alternatif transportasi selain penggunaan mobil.
Jepang dalam rentang waktu sekitar 12 tahun mengalami perubahan pola pikir mengenai alat transportasi. Proses perubahan ini dimulai dengan diselenggarakannya The International Conference on Global Warming di Kyoto pada tahun 1997. Saat itu, pemerintah Jepang menjanjikan penurunan sebanyak 6% atas produksi karbon dioksida dan emisi gas buang lainnya. Secara alamiah hal tersebut memacu kenaikan atas pentingnya peran sepeda sebagai “Green Vehicle” atau kendaraan ramah lingkungan yang tidak memerlukan bahan bakar minyak bumi dan tidak menghasilkan emisi gas buangan apapun. Pada tahun berikutnya, rancangan utama pemerintah untuk negara tersebut yang disebut sebagai The 5th Comprehensive National Development Plan mengumumkan penggalakkan penggunaan sepeda sebagai alat transportasi untuk pertama kalinya. Pada tahun yang sama The Measures to Prevent Global Warming menyatakan peran sepeda yang dipertimbangkan kembali sebagai gaya hidup baru. Pada tahun 2001, sebuah amandemen untuk undang-undang yang berkenaan dengan konstruksi jalan menetapkan kewajiban untuk membuat dan menyediakan jalur khusus sepeda pada jalan-jalan yang baru dibuat atau pada saat perbaikan dilakukan pada jalan raya yang banyak dilalui pengendara sepeda. Hal ini dirancang untuk memberi prioritas lebih tinggi kepada pengendara sepeda daripada sebelumnya, serta untuk menurunkan beban lingkungan secara keseluruhan yang diakibatkan oleh penggunaan mobil.

3.2 Sutainable Transportation di Kota Bogota, Colombia
Kota Bogota yang merupakan kota berpenduduk 6,4 juta orang dengan luas 32.000 ha ini, sebelum sistem transmilenio diterapkan, sebagian besar penduduknya menggunakan angkutan umum untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Namun demikian, kendaraan pribadi menempati 95% dari ruang jalan yang ada. Jumlah mobil pribadi di kota ini tercatat 834.000, dengan tingkat pertambahan 70.000 kepemilikan mobil pribadi per tahun. Pemerintah setempat mengindikasikan 70% perjalanan yang kurang dari 3 km dilakukan dengan menggunakan mobil pribadi. Situasi ini menyebabkan peningkatan polusi udara yang dapat meracuni penduduk Bogota. Hal ini menjadi masalah yang serius karena dengan ketinggian 2.600 m dari permukaan laut, kadar oksigen di Bogota 27% lebih rendah dari pada kadar oksigen di atas permukaan laut. Upaya penanganan permasalahan transportasi pun segera dilakukan. Pada tahun 1998, Enrique Penalosa, Walikota Bogota waktu itu dan Presiden Columbia, Andres Pastrana menandatangani MoU yang sebelumnya telah disetujui oleh Badan Ekonomi Nasional untuk menginvestasikan USD 1,97 milyar pada tahap pertama pembangunan sistem transmilenio ini.
Pendapat yang dikemukakan oleh Brundtland Commission dalam CAI-Asia (2005: 11) mengenai trasnportasi berkelanjutan yaitu sustainable transportation yang dapat diartikan sebagai kumpulan kegiatan transportasi bersama dengan infrastruktur yang tidak meninggalkan masalah atau biaya-biaya untuk generasi mendatang guna menyelesaikannya dan menanggungnyalebih ditekankan kepada penggunaan moda transportasi dan infrastruktur transportasi lainnya yang bekerja secara bersama-sama untuk memperlancar kegiatan trasnportasi tersebut. Dimana nantinya, seluruh kegiatan tersebut tidak boleh meninggalkan masalah bagi generasi mendatang, sehingga trasnportasi berkelanjutan diarahkan demi keberlangsungan hidup generasi-generasi mendatang. Konsep inilah yang diterapkan pemerintah Bogota dalam bidang trasnportasi di negaranya. Pemerintah Bogota telah memperbaiki infrastruktur transportasi untuk memperlancar kegiatan transportasi, namun hal itu telah dirancang sedemikian rupa sehingga dilakukanlah pemisahan jalur antara kendaraan umum dan pribadi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan emisi kendaraan di satu tempat. Selain itu ruang public di Bogota juga ditambah di beberapa titik. Semua itu dilakukan agar generasi mendatang tidak menanggung permasalahan transportasi yang tentunya akan bertambah mengingat pengguna kendaraan pribadi akan semakin banyak tiap tahunnya. Ruang publik juga disediakan agar masyarakat masa sekarang dan akan datang juga bisa menikmati ruang publik itu untuk berbagai kegiatan.
Strategi dalam pengembangan transportasi yang berkelanjutan di Bogota salah satunya mendorong penggunaan kendaraan tidak bermotor, pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan pembangunan bus rapid transit system: Trans Milenio. Infrastruktur Trans Milenio terdiri dari koridor ekslusif, feeder system, stasiun/halte, dan fasilitas pelengkap lainnya, dengan investasi US $ 5 juta/km. Sistem ini mulai dijalankan pada bulan Desember 2000, dan mampu melayani 550.000 perjalanan per 5 hari kerja dalam 35,5 km jalur khusus, 56 stasiun, 351 bis gandeng dan 110 bis feeder.
Setelah 9 bulan pengoperasian sistem ini beberapa hasil yang dicapai adalah:
•100 % pengurangan fatalitas dari kecelakaan lalu lintas
•40 % pengurangan polusi udara
•32% pengurangan waktu perjalanan pengguna
•98% tingkat penerimaan masyarakat
•Tarif US $ 0,36 [Rp. 3600,-] tanpa subsidi.
Di akhir tahun 2001, lebih dari 980.000 penumpang per hari diperkirakan dilayani oleh 41 km jalur khusus, 62 stasiun (termasuk empat terminal dan 3 stasiun antara), 470 bis gandeng dan 300 bis feeder. Sistem ini secara bertahap akan diperluas hingga 22 koridor yang meliputi 388 km jalur khusus bis. Waktu pelaksanaan dari keseluruhan perencanaan ini adalah 15 tahun.
3.3 Pengadaan Busway di Jakarta sebagai langkah awal penerapan Sustainable Transportation di Indonesia
Perkembangan penduduk dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor secara langsung memberikan dampak yang buruk terhadap kondisi transportasi di wilayah DKI Jakarta. Kepadatan lalulintas dan kemacetan sudah menjadi masalah yang harus dihadapi setiap harinya di dalam kota di mana para penduduknya masih lebih suka menggunakan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor yang disebabkan oleh tidak adanya kenyamanan, keamanan dan ketepatan waktu perjalanan dalam pengoperasian angkutan umum. Rasio jumlah kendaraan pribadi-umum sekitar 92% atau 8%. Meskipun pemerintah telah berusaha memecahkan masalah dengan membangun jalan baru, membangun jalan tol dalam kota, akan tetapi terbukti bahwa kebijakan ini tidak mampu mengatasi berbagai masalah kemacetan karena laju kenaikan jumlah kendaraan jauh lebih besar daripada laju pertambahan ruas jalan. Masalah ini juga memperburuk kondisi lingkungan di wilayah DKI Jakarta. Pemerintah yang didukung oleh berbagai bantuan luar negeri telah melakukan berbagai studi dalam mengatasi masalah transportasi ini semenjak 1974. Akan tetapi sebagian besar dari studi tersebut, terutama pada tahun-tahun awal tidak menghasilkan implementasi yang baik dan tidak sanggup memecahkan masalah yang ada. Walaupun begitu, beberapa proyek pengembangan system transportasi, terutama beberapa tahun terakhir telah memberikan beberapa pencapaian dan diharapkan berbagai kebijakan dapat mendukung terciptanya sistem trasnportasi yang sustainable di wilayah DKI Jakarta. Diantara kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan untuk menciptakan system trasnportasi yang sustainable antara lain adanya RTRW Jakarta yang mengatur tata ruang wilayah DKI yang meliputi pengaturan tata ruang untuk sentra bisnis, sentra pemukiman, wilayah industri dan wilayah hijau, yang secara langsung menjadi membentuk pola kebijakan transportasi. Kebijakan lain adalah Pola Transportasi Makro. Dalam pola trasnportasi makro ini, tercakup empat sarana transportasi yang terintergrasi di masa yang akan datang, yaitu busway, Monorail, Mass Rapid Transit (MRT- kereta listrik) dan angkutan sungai. Pola transportasi makro ini juga mencakup pembangunan jaringan jalan, jalur transportasi ke wilayah penyangga dan pengembangan stasiun baru. TransJakarta atau umum disebut Konsep MRT adalah sebuah sistem transportasi bus cepat di Jakarta, Indonesia. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem Transmilenio yang sukses di Bogotá, Kolombia
Permasalahan transportasi tidak akan menjadi sedemikian parah jika sedari awal penyelenggara pemerintahan mau menerapkan sistem transportasi berkelanjutan (sustainable transportation). Sistem transportasi yang berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan. Aksesibilitas diupayakan dengan perencanaaan jaringan transportasi dan keragaman alat angkutan dengan tingkat integrasi yang tinggi antara satu sama lain. Kesetaraan diupayaka melalui penyelenggaraan transportasi yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, menjunjung tinggi persaingan bisnis yang sehat, dan pembagian penggunaan ruang dan pemanfaatan infrastruktur secara adil serta transparansi dalam setiap pengambilan kebijakan. Pengurangan dampak negatif diupayakan melalui penggunaan energi ramah lingkungan, alat angkut yang paling sedikit menimbulkan polusi dan perencanaan yang memprioritaskan keselamatan.
Pada dasarnya implementasi proyek system transportasi yang terintegrasi di Jakarta dilakukan dalam program berkelanjutan jangka panjang dan telah terdata dalam study of urban suburban railway transportation, 1981. Untuk BRT (Busway), pengembanguan dilakukan dengan membangun jaringan yang terbagi atas 15 route (koridor) sampai tahun 2010. Sedangkan untuk monorail, akan dibangun 2 jalur yang akan diselesaikan tahun 2020. Kelemahan yang dimiliki monorail adalah kecepatan tempuh yang lebih lambat disbanding MRT, tetapi relative cukup mudah dalam pengembangannya melihat kondisi kota saat ini. Pembangunan MRT dilakukan dengan pengembangan jaringan kereta api yang sudah ada, yang menghubungkan seluruh wilayah Jakarta dan wilayah menyangga. Disamping itu, angkutan sungai dikembangkan dengan pemanfaatan beberapa sungai di wilyah DKI yang semuanya terhubung dengan baik. Ini diharapkan menjadi sarana dalam membangun jaringan angkutan sungai di masa yang akan datang. Masalah lain yang berkaitan dengan transportasi yang perlu ditangani segera adalah urban air quality. Sekitar 79% penyebab polusi udara berasal dari sector transportasi. Pembangkit polusi udara dari sector trasnportasi adalah volume kendaraan, konsentrasi kendaraan, emisi gas buang. Dalam penanganannya, tidak terdapat kooordinasi yang baik antara department-departemen terkait. Untuk mengatasi hal perlu ditindaklanjuti, antara lain uji emisi, penataan standar ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor dan TDM measures, seperti mengimprove fasilitas area untuk pejalan kaki, tdk pergi kantor dalam waktu yang bersamaan, car pooling, no car day untuk pegawai negeri sipil, dan bergantian mobil. Catatan lain yang mesti diperhatikan dan berkembang saat ini adalah jumlah sepeda motor yang meningkat sangat cepat. Jalan-jalan dipenuhi dengan sepeda motor dengan berbagai dampak negative yang ditimbulkannya. Perlu adanya kebijakan yang bisa mengatasi masalah ini dengan segera.
Seperti halnya definisi yang dikeluarkan oleh the world bank (1996) yang lebih menekankan pada kegiatan transportasi dalam konsep sustainable transportation pada aspek ekonomi wilayah dan perkembangan sosial. Sistem transportasi di Jakarta dalam konsep ini di terapkan untuk memperlancar kegiatan perekonomian di wilayah Jakarta. kegiatan ekonomi bisa maju jika didukung oleh transportasi yang baik pula. Trasnportasi ini bisa memperlancar dalam hal produksi ataupun pemasaran ke konsumen. Selain itu transportasi yang dimaksud oleh the world bank(1996) itu juga bisa mengembangkan tingkat sosial masyarakat. Jika sustainable transport bisa diterapkan dengan baik, atau dalam kasus ini masyarakat banyak yang beralih menggunakan angkutan massa atau MRT maka kesenjangan sosial yang ada akan sedikit demi sedikit menghilang.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut terdapat point-point yang sama dalam penerapan system transportasi meskipun pengungkapannya berbeda. Kesamaan point penting dari definisi-definisi tersebut, yaitu:
a)Kegiatan transportasi yang mengutamakan keselamatan dan kenyaman pemakai atau masyarakat. Hal ini mengingat jalan ataupun infrastruktur trasnportasi lainnya dibuat untuk manusia bukan untuk kendaraan. Jadi kenyamanan manusia umum harus diutamakan.
b)Semua kegiatan transportasi harus dilakukan secara efisien dan efektif baik untuk pemakai kendarannya ataupun bahan bakar yang digunakan. Selama ini kendaraan pribadi rata-rata setiap harinya hanya berisi satu orang. Jadi jika satu orang itu dialihkan untuk menggunakan kendaraan umum, maka bisa dibayangkan berapa banyak bahan bakar yang akan tersimpan dan berapa banyak kemacetan dan emisi kendaraan yang akan berkurang.
c)Tiga pilar penting transportasi, yaitu ekologi, ekonomi dan sosial harus seimbang. Kegiatan transportasi dalam konsep sustainable transportation harus bisa menyeimbangkan semua aspek tersebut.
d)Trasnportasi bukan hanya bisa dinikmati masa sekarang, namun juga untuk masa yang akan datang.
e)Penggunaan transportasi yang ramah lingkungan.
Sistem busway ini akan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan kendaraan pribadi. Sebagai permulaan perbaikkan sistem transportasi sebagai tindak lanjut mencapai sustainable transport adalah perbaikan sistem angkutan umum merupakan solusi utama yang harus segera dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta. Perilaku masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi harus segera dirubah. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan paksaan ataupun dengan penyediaan pilihan lain. Angkutan umum yang aman, nyaman dan tepat waktu serta terintegrasi satu sama lainnya merupakan pilihan lain paling logis yang dapat merubah perilaku tersebut. Angkutan umum yang baik juga memberikan peluang bagi semua lapisan masyarakat untuk melakukan perjalanan dengan biaya yang terjangkau dan aksesibilitas yang tinggi dengan dampak lingkungan yang minimal dalam sebuah kesetaraan sosial yang tinggi. Perbaikan sistem angkutan umum yang tepat untuk Jakarta adalah dengan merubah pola penyelenggaraan angkutan umum secara menyeluruh. Komponen utama yang harus dirubah yaitu:
a)sistem pengoperasian yang memberikan prioritas yang tinggi terhadap angkutan umum,
b)management pengoperasian yang memberikan jaminan penyelenggaraan berbasis pada persaingan usaha yang sehat yang mengutamakan pada tingginya mutu pelayanan dan keberlanjutan usaha, serta
c)jaringan angkutan umum yang mampu menjamin aksesibilitas seluruh warga kota dan terintegrasi dengan sistem tata kota hingga pada akhirnya membuat Jakarta menjadi kota yang sangat nyaman untuk dihuni.
Perubahan ini dapat dimulai dengan membangun suatu sistem angkutan umum masal cepat (MRT yang dapat menyediakan pelayanan penumpang dalam jumlah besar. Dari sekian banyak pilihan teknologi yang ada, Busway yang merupakan salah satu jenis sistem MRT berbasis jalan raya, sangat tepat diimplementasikan di Jakarta sebagai negara berkembang. Hal ini disebabkan karena :
a) Pengoperasian busway memberikan prioritas bagi angkutan umum dalam pemanfaatan ruang jalan melalui penyediaan jalur khusus untuk busway.
b) Kapasitasnya bersifat fleksibel dari mulai belasan ribu hingga dapat mendekati kapasitas metro (MRT berbasis rel) sebesar tiga puluhan ribu orang per arah per jam.
c) Biaya investasi pembangunan yang dibutuhkan relatif sangat rendah dibandingkan teknologi MRT lainnya. Biaya investasi busway hanya berkisar 0,5-0,8 juta dolar per-km, sedangkan metro berbasis jalan rel membutuhkan 20-35 juta dolar per-km. Sehingga, biaya investasi busway dapat dipenuhi dari anggaran pemerintah tanpa membuat utang baru pada negara lain. Selain itu rendahnya nilai investasi dapat mempercepat pencapaian titik impas dan nilai tarif layanan dapat ditekan.
Namun keberhasilan sistem ini harus mempersyaratkan hal-hal sebagai berikut :
a) Adanya integrasi dengan sistem pendukung lain seperti jaringan pengumpan (feeder system) dan sistem transportasi kendaraan tidak bermotor terutama fasilitas jalur sepeda dan pejalan kaki.
b) Adanya institusi penyelenggaraan angkutan umum yang sehat dengan mekanisme perijinan yang transparan dan mengutamakan tinginya kualitas pelayanan.
c) Adanya persiapan yang matang (menyeluruh) dan tahapan yang tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Intensitas dan kontinuitas sosialisasi ini harus tetap terjaga selama masa perencanaan hingga akhir pelaksanaan. Materi sosialisasi ini tidak hanya menyangkut hal - hal teknis semata tetapi juga termasuk latar balakang yang mendasari tiap tindakan yang diambil dan upaya antisipasi pemerintah terhadap setiap konsekwensi yang harus dihadapi masyarakat terkait dengan pelaksanaannya.
Pemerintah DKI Jakarta sejak dua tahun yang lalu telah berkeinginan untuk mengadopsi konsep tersebut untuk dapat mengatasi permasalahan transportasi dan menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan angkutan umum Jakarta. Sayangnya, pendekatan yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta ini lebih bersifat parsial ala project dan bukan pendekatan yang sifatnya menyeluruh dan terintegrasi. Menyeluruh dalam artian bahwa tahapan-tahapan yang dilakukan memang direncanakan secara matang dalam sebuah skenario pembenahan angkutan umum yang berkesinambungan. Terintegrasi dalam artian terkait dengan komponen-komponen lain yang menjadi penyebab dan penentu terjadinya permasalahan sistem transportasi. Pembangunan jalur Busway yang hanya dilakukan pada satu koridor terlihat sebagai satu proyek yang berdiri sendiri, yaitu :
a) Tidak didahului dengan sosialisasi tentang tahapan yang akan diambil dalam keseluruhan skenario besar perbaikan sistem angkutan umum.
b) Tidak dibarengi dengan ketersediaan dan kesiapan jaringan pengumpan yang menghubungkan koridor tersebut dengan koridor lainnya maupun penyediaan fasilitas yang memadai yang dapat menjamin keselamatan pejalan kaki.
c) Tidak ada pra-koondisi bagi masyarakat dalam menyikapi proyek busway
d) Tidak ada strategi penanganan terhadap dampak yang timbul dari pembangunan sistem ini seperti bertambahnya kemacetan disepanjang koridor busway dan timbulnya kebutuhan bagi kendaraan pendukung yang menghubungkan orang dari titik-titik pusat kegiatan ke koridor busway tidak diantisipasi dan tersosialisasi sejak awal. Sehingga kebijakan yang diambil menjadi terkesan tidak terencana dan bersifat tiba-tiba.
Hal-hal penting yang tertera diatas tersebut membuat keberlanjutan pengoperasian busway ini menjadi tanda tanya besar dan membuat masyarakat tidak tertarik untuk mendukung meskipun tidak semuanya menolak. Kalau permasalahan transportasi memang ingin dibenahi, sudah barang tentu busway saja tidak cukup. Ini hanyalah merupakan langkah awal dari sekian banyak langkah yang harus diambil agar sistem transportasi berkelanjutan dapat terwujud. Namun, langkah awal ini akan menjadi sia-sia bahkan berbalik menjadi 'petaka' jika tidak dilanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya. Kesadaran aparat pemerintah tentang hal ini belum cukup meyakinkan mereka untuk melaksanakan tahapan-tahapan proyek busway ini secara terencana dan matang. Perencanaan dijalankan berbarengan dengan pelaksanaan. Hal ini sangat rentan terhadap kritik dan pandangan negatif karena informasi yang disampikan tidak dapat dijawab secara tuntas dan sistematis. Namun demikian, target minimal yang harus dapat diperoleh dari pelaksanaan proyek busway ini:
a) Mulai adanya jaminan kualitas layanan angkutan umum bagi masyarakat yang selama ini menggunakannya di sepanjang koridor busway dan hal ini harus terus dipelihara.
b) Timbulnya kesadaran para pengguna kendaraan pribadi, yang selama ini selalu mendapatkan prioritas penyediaan fasilitas, bahwa sudah saatnya mereka sekarang mulai memberikan prioritas bagi kepentingan masyarakat pengguna angkutan umum.
c) Awalperbaikan sistem angkutan pengumpan yang masih harus ditindak lanjuti dengan perencanaan dan pengembangan lebih lanjut baik sistem operasi, trayek, maupun sarana alat angkutnya.
d) Awal reformasi penyelenggaraan angkutan umum melalui pembentukan Badan Pengelola Transjakarta Busway yang transparat, modern, berbasis pada kualitas pelayanan dan kesinambungan usaha yang sehat. Yang harus segera disusul dengan pembentukan Dewan Trasnportasi Kota sebagai bentuk partisipasi publik dalam penetapan kebijakan bidang transportasi.
Melihat perkembangan yang ada saat ini dan dengan mempertimbangkan berbagai dampak yang justru akan dapat memperburuk kondisi transportasi di Jakarta, dibutuhkan pemahaman bahwa haruslah dipisahkan antara konsep busway yang sebenarnya dan pelaksanaan busway di Jakarta. Jangan sampai kekurangan - kekurangan yang timbul dalam pelaksanaan busway menyebabkan tidak jadi mendapatkan perbaikan penyelenggaraan angkutan umum yang mengutamakan mutu untuk mendukung terciptanya sistem transportasi berkelanjutan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung terciptanya sistem transportasi berkelanjutan di Jakarta dengan meminta Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menetapkan landasan hukum pembangunan transportasi yang merupakan kebijakan publik yang mengikat seluruh penyelenggara pemerintahan dan menjadi acuan pelaksanaan program yang berkesinambungan. Disusun melalui suatu proses konsultasi publik yang transparan dan partisipatif. Merupakan bentuk political will pemerintah dalam menyediakan perencanaan dan program pengembangan transportasi yang tidak hanya berfokus pada aspek infrastruktur fisik semata tetapi juga pembenahan kebijakan pengelolaan dan kelembagaan penyelenggaraan transportasi.
b) Memperbaiki sistem transportasi umum di DKI Jakarta. Perbaikan ini meliputi, sistem pengelolaan, sistem perijinan operasi, perbaikan (restrukturisasi) jalur serta peningkatan mutu penyelenggaraan angkutan umum di Jakarta.
c) Memperbaiki jaringan angkutan umum yang sinergis dengan perkembangan tata kota dan berbasis pada data kebutuhan angkutan masyarakat. Jaringan utama ini harus dilayani dengan sistem pengoperasian yang memberikan prioritas terhadap angkutan umum dengan tingkat keterjangkauan dan aksesibilitas tinggi masyarakat dengan biaya investasi yang minimal. Sistem ini juga harus terintegrasi dengan jaringan pengumpan(feeder system) sehingga menjamin aksesibilitas masyarakat.
d) Memperbaiki sistem dan sarana kendaraan tak bermotor yang jauh lebih bersahabat dengan lingkungan dibandingkan dengan sistem kendaraan bermotor. Perbaikan ini meliputi penyediaan dan perbaikan fasilitas pejalan kaki dan pengguna sepeda. Ketersediaan fasilitas yang memadai dan menjamin keselamatan pejalan kaki dan pengguna sepeda merupakan faktor penting untuk menjamin keberhasilan pengoperasian sistem angkutan umum di Jakarta.
Beberapa hal lain yang juga dapat dilakukan adalah sosialisasi mengenai konsep sistem transportasi yang tepat bagi Jakarta kepada:
a) Masyarakat umum.
Masyarakat perlu memahami system transportasi berkelanjutan ini agar dapat mengetahui dan mengawasi apakah program dan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah sudah berjalan pada arah yang seharusnya.
b) Pemerintah.
Pemerintah perlu memahami konsep ini agar dapat menyusun dan menerapkan kebijakan dan program untuk mewujudkan system transportasi berkelanjutan.
c) Sektor bisnis (terutama bisnis transportasi)
Sektor bisnis transportasi perlu memahami bahwa penerapan system berkelanjutan akan dapat menjamin terciptanya iklim usaha angkutan yang sehat dan berkesinambungan.
Konsep Busway sebagai sistem angkutan massal cepat yang diterapkan di Jakarta yang berpedoman pada point-point di atas telah terbukti dapat merubah wajah kota menjadi lebih baik, dan meningkatkan aktifitas perekonomian di kota yang menerapkan konsep tersebut (Bogota, Curitiba). Keandalan kinerja sistem Busway (lebih dikenal di dunia internasional dengan istilah BRT-Bus Rapid Transit) dibarengi dengan efektifitas biaya investasi, membuat sistem ini menjadi pilihan bagi negara-negara berkembang di seluruh dunia untuk memperbaiki sistem angkutan umumnya. Jakarta pun terpikat dengan hasil yang dicapai Bogota.
3.4 Green Transport: Upaya Mewujudkan Transportasi yang Ramah Lingkungan
Isu mengenai dampak lingkungan akibat transportasi merupakan isu yang telah muncul sejak ditemukannya kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil. Data lingkungan yang ada menunjukkan bahwa sektor transportasi umumnya berkontribusi sekitar 23% dari emisi gas CO (carbon monoxide/green house gas) dan tumbuh lebih cepat dari penggunaan energi di sektor lainnya. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di perkotaan yang sangat pesat di era 90-an diduga terkait dengan kecenderungan terjadinya urban sprawl yang tidak diikuti dengan penyediaan sistem angkutan umum yang memadai sehingga menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Berbagai studi yang ada menuding bahwa transportasi yang tidak terkendali telah mengakibatkan penurunan kualitas kehidupan perkotaan seperti menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, buruknya kualitas udara perkotaan, meningkatnya korban kecelakaan lalulintas, meningkatnya tekanan kejiwaan akibat kemacetan dan berkurangnya aktivitas fisik seseorang karena lebih banyak di kendaraan.
Sistem transportasi perkotaan yang disandarkan pada penggunaan kendaraan pribadi telah terbukti mengkonsumsi energi yang berlebihan, mengganggu kondisi kesehatan masyarakat, dan tingkat pelayanan yang terus menurun walaupun dengan investasi yang terus bertambah. Kerugian akibat kemacetan lalulintas di perkotaan dilaporkan mencapai $ 1.000 per kapita/tahun di kota-kota besar di Amerika. Perhitungan yang dilakukan untuk kota Jakarta menunjukkan kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat kemacetan mencapai Rp. 1,25 juta per kapita per tahun. Ironisnya sebagian besar dampak negatif tersebut harus dipikul oleh pihak yang justru umumnya tidak memiliki akses terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Berbagai dampak lingkungan yang muncul akibat aktivitas transportasi tersebut telah mendorong munculnya gerakan untuk mengembangkan suatu sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan yang dikenal sebagai transportasi berkelanjutan (sustainable transport).

Dengan demikian, secara umum konsep transportasi berkelanjutan merupakan gerakan yang mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam upaya memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Dalam konteks perencanaan kota, konsep ini diterjemahkan sebagai upaya peningkatan fasilitas bagi komunitas bersepeda, pejalan kaki, fasilitas komunikasi, maupun penyediaan transportasi umum massal yang murah dan ramah lingkungan seperti KA listrik maupun angkutan umum lainnya yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, khususnya di kawasan CBD. Di samping itu, konsep transportasi berkelanjutan juga mendorong upaya pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk mengurangi kebutuhan pergerakan orang dan barang melalui penerapan konsep tele-conference, tele-working, tele-shopping, tele-commuting, maupun pengembangan kawasan terpadu di perkotaan yang dapat mengurangi kebutuhan mobilitas penduduk antar kawasan seperti Transit Oriented Development (TOD).

Faktor-faktor lingkungan yang timbul akibat aktivitas transportasi umumnya terkait dengan:
•Kebisingan,
•Polusi Udara,
•Tundaan pejalan kaki,
•Kecelakaan lalulintas,
•Stress bagi pengemudi,
•Kesehatan masyarakat.
Di antara faktor-faktor tersebut yang dirasakan paling mengganggu adalah kebisingan dan polusi udara.Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan karena memiliki intensitas atau volume yang melampaui level yang dapat diterima. Umumnya suara yang makin keras makin tidak diinginkan. Suara mulai tidak nyaman pada tingkat 65 dB dan mulai mengganggu ketika mencapai 85 dB dan pada tingkat 95 dB sudah sangat mengganggu dan dapat merusak pendengaran. Suara kendaraan di jalan lokal umumnya sekitar 60 dB, sedangkan suara kendaraan di jalan arteri dan bebas hambatan mencapai sekitar 75dB yang diukur pada jarak kurang dari 10 meter. Suara kereta api yang melintas dapat mencapai 95dB. Sedangkan suara pesawat terbang yang lepas landas pada jarak 60 meter dapat mencapai 120 dB.
Polusi udara adalah berbagai jenis senyawa gas dan partikel yang keberadaannya dalam proporsi tertentu dapat membahayakan manusia. Udara normal mengandung Nitrogen (78%), oksigen (21%), Argon (0,93%), dan CO2 (0,032%). Selain itu udara juga mengandung beberapa senyawa lain seperti Neon, Helium, Methane, Krypton, Hydrogen, N2O, CO, O3, SO2, NO2 dalam jumlah terbatas.
Gas buang sisa pembakaran kendaraan bermotor umumnya menghasilkan beberapa senyawa gas dan partikulat yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Senyawa gas akibat polusi dapat dikelompokkan ke dalam: senyawa sulfur, senyawa nitrogen, senyawa karbon, oksida karbon, dan senyawa hidrogen. Senyawa berbentuk gas yang muncul dari gas buang kendaraan bermotor dapat berupa carbon monoxide (CO), nitrogen oxide (Nox), hydro-carbon (HC); partikulat dan timbal.
Dampak polusi udara terhadap manusia dapat berupa gangguan kesehatan dalam jangka panjang yang dapat mengakibatkan penurunan daya refleks dan kemampuan visual; atau jangka pendek seperti gangguan pernafasan dan sakit kepala. Polusi udara umumnya memberikan dampak terhadap sistem pernafasan manusia seperti kesulitan bernafas, batuk, asma, kerusakan fungsi paru, penyakit pernafasan kronis dan iritasi penglihatan. Tingkat keseriusan gangguan tersebut tergantung dari tingkat pemaparan dan konsentrasi polutan yang merupakan fungsi dari volume dan komposisi lalulintas, kepadatan serta kondisi cuaca.
Upaya mewujudkan transportasi yang ramah lingkungan pada dasarnya dapat dilakukan dengan upaya mencegah terjadinya perjalanan yang tidak perlu (unnecessary mobility) atau dengan penggunaan teknologi angkutan yang dapat mengurangi dampak lingkungan akibat kendaraan bermotor.
Bentuk-bentuk yang terkait dengan upaya pencegahan atau pengurangan jumlah perjalanan yang tidak perlu dapat berupa pengembangan kawasan terpadu yang masuk kategori compact city seperti kawasan super-block, kawasan mix-used zone, maupun transit-oriented development. Selain itu, pengurangan jumlah perjalanan dapat dilakukan dengan melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM- Transport Demand Management).
Transit Oriented Development (TOD) adalah upaya revitalisasi kawasan lama atau kawasan terpadu baru yang berlokasi pada jalur-jalur transportasi utama seperti jalur KA, busway dll dengan mengembangkan kawasan berfungsi campuran (mixed-use) antara fungsi hunian, komersial dan perkantoran. Dengan akses yang mudah terhadap aktivitas hunian, komersial dan perkantoran serta jaringan transportasi umum yang terpadu dengan fasilitas pedestrian dan jalur sepeda, konsep kawasan TOD diharapkan dapat mengurangi kebutuhan pergerakan transportasi antar kawasan dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Sebuah kawasan TOD umumnya memiliki pusat kawasan berupa stasiun kereta, metro, trem atau stasiun bus yang dikelilingi oleh blok-blok hunian, perkantoran atau komersial berkepadatan tinggi yang makin berkurang kepadatannya ke arah luar. Kawasan TOD umumnya memiliki radius 400-800m dari pusat terminal, yaitu dalam jarak yang masih dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Selain sifatnya yang mixed used, kawasan TDM umumnya dicirikan oleh fasilitas pejalan kaki yang sangat nyaman, penyeberangan, jalan yang tidak terlalu lebar, gradasi kepadatan bangunan ke arah luar. Kawasan ini juga umumnya membatasi jumlah lahan parkir untuk kendaraan pribadi.
Transport Demand Management (TDM) dilakukan melalui penerapan kebijakan dan strategi transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendistribusikan beban transportasi yang ada ke dalam moda transport, lokasi dan waktu berbeda. Upaya ini dianggap merupakan penanganan transportasi yang relatif murah untuk meningkatkan tingkat pelayanan jaringan transportasi. Dengan demikian penerapan TDM juga diharapkan dapat menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan publik, yang pada akhirnya dapat mendorong kesejahteraan masyarakat dan tingkat kelayakan huni suatu kota. Beberapa bentuk penerapan TDM yang mungkin dilakukan adalah:
• Mendorong peningkatan okupansi kendaraan melalui kebijakan ride-sharing, three-in-one, car-pooling dan lain-lain.
• Menyediakan sarana angkutan umum yang cepat, murah dan nyaman yang dapat menjangkau seluruh bagian kota.
• Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan sarana angkutan tak bermotor seperti jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi ketergantungan kepada kendaraan bermotor.
• Menerapkan jam kerja yang lebih fleksibel atau penggeseran waktu kerja (staggering work hours) dan pemisahan waktu kerja dan sekolah untuk mengurangi beban lalulintas pada jam puncak.
• Membatasi penggunaan kendaraan pribadi melalui penerapan pembatasan plat nomor kendaraan yang dapat dioperasikan pada kawasan atau waktu tertentu.
• Menerapkan congestion pricing, pengenaan tarif parkir yang tinggi pada kawasan-kawasan CBD untuk memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi.
3.4.1 Sarana Transportasi Ramah Lingkungan.
Sarana transportasi yang dikembangkan untuk mengurangi dampak lingkungan akibat transportasi seperti kebisingan dan polusi udara umumnya mengarah ke penggunaan kendaraan tidak bermotor maupun penggunaan bahan bakar terbarukan seperti sinar matahari, listrik dll. Bentuk-bentuk moda angkutan yang ramah lingkungan antara lain:
• Pedestrian. Penyediaan sarana dan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Jarak optimum yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki umumnya adalah sekitar 400-500 meter.
• Sepeda. Sekarang dikembangkan kelompok-kelompok masyarakat yang mengusung ide penggunaan sepeda sebagai alternatif alat transportasi yang ramah lingkungan seperti gerakan Bike-to-Work (B2W). Sepeda dapat digunakan dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam dan daya jelajah sekitar 1-5 kilometer.
• Sepeda Listrik. Alternatif lain dari sepeda manual adalah sepeda yang digerakkan dengan tenaga listrik baterai yang dapat diisi ulang. Di samping lebih hemat biaya, sepeda ini juga tidak menimbulkan kebisingan dalam penggunaannya dibandingkan sepeda motor. Kecepatan berkendaraan maksimum jenis sepeda ini adalah sekitar 40-60 km/jam dengan daya jelajah hingga 60 km.
• Kendaraan Hybrid. Adalah kendaraan yang dikembangkan dari bahan yang ultra-ringan tapi sangat kuat seperti komposit. Sumber tenaga kendaraan jenis ini umumnya merupakan campuran antara bahan bakar minyak dan listrik yang dibangkitkan dari putaran mesin kendaraan melalui teknologi rechargeable energy storage system (RESS). Kendaraan jenis ini diklaim sebagai memiliki tingkat polusi dan penggunaan bahan bakar yang rendah.
• Kendaraan berbahan bakar alternatif. Beberapa teknologi bahan bakar alternatif seperti biodiesel, ethanol, hydrogen atau kendaraan dengan teknologi yang dapat menggunakan 2 jenis bahan bakar secara bergantian (flexible fuel vehicle).
• Kendaraan hypercar. Kendaraan jenis ini memiliki fitur konstruksi yang sangat ringan, desain yang aerodinamis, penggerak berbahan bakar hybrid dan beban aksesoris yang minimal.
Dampak lingkungan akibat aktivitas transportasi baik yang secara langsung maupun tidak secara langsung dirasakan oleh masyarakat telah mencapai tingkat yang mengkuatirkan apabila tidak dilakukan upaya-upaya penanganan. Transportasi ramah lingkungan atau green transport merupakan suatu gerakan yang mendorong pengurangan kebutuhan perjalanan dan ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Hal tersebut diupayakan antara lain melalui pengembangan kawasan-kawasan terpadu yang berlokasi di sekitar jalur angkutan umum masal sehingga dapat mengurangi kebutuhan perjalanan antar kawasan, serta penerapan prinsip-prinsip TDM untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana jalan.Selain itu pengembangan teknologi-teknologi alternatif pengganti bahan bakar yang tidak terbarukan terus diupayakan untuk mengurangi dampak polusi udara dan kebisingan yang ditimbulkan. Dengan demikian diharapkan transportasi yang bertujuan untuk memindahkan orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat, aman, dan nyaman dapat terpenuhi tanpa memberikan dampak yang berarti terhadap lingkungan.


3.5 Konsep MRT (Mass Rapid Transit) Sebagai Penerapan Pembangunan Transportasi Berkelanjutan
Dalam klasifikasinya, bidang perhubungan dikelompokkan menjadi 4 sub bidang, yaitu: perhubungan darat, laut, udara, serta pos dan telekomunikasi. Untuk perhubungan darat terdiri dari jalan raya, rel, sungai, danau, dan penyeberangan. Dari berbagai fasilitas perhubungan, jalan raya merupakan kebutuhan yang memerlukan perhatian lebih karena merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat dan juga menyerap anggaran pembangunan terbesar, baik untuk keperluan pembangunan maupun untuk pemeliharaannya. Dalam keterbatasan ekonomi, kondisi prasarana jalan yang baik tetap dibutuhkan untuk menunjang kegiatan ekonomi. Bidang perhubungan merupakan bagian dari proses produksi. Inefisiensi perhubungan dalam bentuk kemacetan, lamanya waktu tempuh, serta menurunnya tingkat keamanan lalu lintas menyebabkan meningkatnya biaya operasi yang akan langsung dirasakan oleh masyarakat. Inefisiensi akibat rendahnya pelayanan jalan terjadi karena kapasitas jalan tidak lagi memadai. Untuk menghindari hal tersebut, kegiatan penanganan jalan mulai dari pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jalan tetap harus dilakukan secara berkelanjutan. Namun kapasitas jalan raya sendiri mempunyai keterbatasan, dimana tingkat pertumbuhan jumlah kendaraan (roda 4 dan roda 2) dan daya angkut kendaraan (terutama kendaraan truk dan sejenisnya) meningkat pesat serta tidak sebanding dengan pertumbuhan kapasitas dan daya dukung jalan. Hal ini tentu saja menuntut suatu pemecahan masalah secara komprehensif dan terpadu, antara lain adalah pengembangan sistem jaringan transportasi, serta pengembangan sistem angkutan barang dan penumpang dengan mengoptimalkan peran antar dan intermoda transportasi. Oleh karena itu, perlu pembahasan lebih lanjut terkait sistem transportasi yang berkelanjutan, dalam hal ini adalah implementasi dari konsep MRT (Mass Rapid Transit), baik di Indonesia maupun di negara-negara lainnya.
Transportasi berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya politik, dan pertahanan keamanan. Mobilitas manusia yang tinggi dan semakin beragam itu membutuhkan sistem transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport system). Sistem transportasi yang tidak bersahabat dengan lingkungan akan memberikan dampak langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia yang meliputi dampak terhadap lingkungan, kesehatan, dan ekonomi. Terkait dengan transportasi berkelanjutan, terdapat etika-etika yang perlu menjadi pertimbangan dalam proses pembangunan transportasi. Prinsip dasar yang harus diterapkan dalam usaha mencapai terciptanya kota/daerah yang mempunyai sistem transportasi yang berkelanjutan, antara lain:
•Memberikan kenyamanan hidup masyarakat; seperti aksesibilitas dan mobilitas menjadi lebih baik dari sebelumnya.
•Meningkatkan keadilan sosial dan ekonomi. Masyarakat, dalam radius pembangunan sarana transportasi atau secara keseluruhan dalam wilayah kota, kabupaten maupun propinsi, selayaknya memperoleh peluang lebih besar untuk mencari penghidupan atau melancarkan usahanya untuk meningkatkan kondisi sosial ekonominya.
•Mempunyai kontribusi dan bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah secara ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
•Menjamin perkembangan lingkungan yang berkelanjutan.
•Meminimalkan dampak lingkungan pada tahap perencanaan, pembangunan dan sesudah pembangunan terutama pada tahap pengoperasiannya.
Transportasi yang seimbang merupakan kunci untuk menciptakan lebih banyak ruang terbuka yang hijau karena berkurangnya lahan karena digunakan untuk parkir dan jalan raya. Transportasi umum mengkonsumsi ruang yang jauh lebih sedikit daripada mobil pribadi untuk mengangkut lebih banyak orang. A.R. Barter Tamim Raad dalam bukunya “Taking Steps: A Community Action Guide to People-Centred, Equitable and Sustainable Urban Transport” menyebutkan, bahwa sistem transportasi berkelanjutan harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.Aksesibilitas untuk semua orang
Sistem trnsportasi yang berkelanjutan harus dapat menjamin adanya akses bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk para penyandang cacat, kanak-kanak, dan lansia, untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya seperti kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.
2.Kesetaraan sosial
Sistem transportasi selayaknya tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat tingkat atas, yaitu dengan mengutamakan pembangunan jalan raya dan jalan tol semata. Penyediaan sarana angkutan umum yang terjangkau dan memiliki jaringan yang baik merupakan bentuk pemenuhan kesetaraan sosial, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan transportasi yang diberikan.
3.Keberlanjutan lingkungan
Sistem transportasi harus seminimum mungkin memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sistem transportasi yang berkelanjutan harus mempertimbangkan jenis bahan bakar yang digunakan selain efisiensi dan kinerja dari kendaraan itu sendiri. Kombinasi dan integrasi dengan moda angkutan tak bermotor, termasuk berjalan kaki, dan moda angkutan umum (massal) merupakan upaya untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan dengan meminimalkan dampak lingkungan.
4.Kesehatan dan keselamatan
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menekan dampak terhadap kesehatan dan keselamatan. Secara umum, sekitar 70% pencemaran udara dihasilkan oleh kegiatan transportasi dan ini secara langsung, maupun tidak langsung, memberikan dampak terhadap kesehatan terutama terhadap sistem pernafasan. Di sisi lain, kecelakaan di jalan raya mengakibatkan kematian sekitar 500 ribu orang per tahun dan mengakibatkan cedera berat bagi lebih dari 50 juta lainnya. Jika hal ini tidak ditanggulangi, dengan semakin meningkatnya aktivitas transportasi dan lalu lintas akan semakin bertambah pula korban yang jatuh.
5.Partisipasi masyarakat dan transparansi
Sistem transportasi disediakan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus diberikan porsi yang cukup untuk ikut menentukan moda transportasi yang digunakan serta terlibat dalam proses pengadaannya. Bukan hanya masyarakat yang telah memiliki fasilitas seperti motor atau mobil yang dilibatkan, melainkan juga mereka yang tidak memiliki fasilitas namun tetap memerlukan mobilitas dalam kesehariannya. Partisipasi ini perlu terus diperkuat agar suara mereka dapat diperhitungkan dalam proses perencanaan, implementasi dan pengelolaan sistem transportasi kota. Transparansi merupakan satu hal penting yang tidak boleh ditinggalkan. Keterbukaan dan ketersediaan informasi selama proses merupakan penjamin terlaksananya sistem yang baik dan memihak pada masyarakat.
6.Biaya rendah dan ekonomis
Sistem transportasi yang berkelanjutan tidak terfokus pada akses bagi kendaraan bermotor semata melainkan terfokus pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, sistem transportasi yang baik adalah yang berbiaya rendah (ekonomis) dan terjangkau. Dengan memperhatikan faktor ini, bukan berarti seluruh pelayanan memiliki kualitas yang sama persis. Beberapa kelas pelayanan dapat diberikan dengan mempertimbangkan biaya operasi dan keterjangkauannya bagi kelas masyarakat yang dituju. Bukan biaya rendah yang menjadi kunci semata melainkan ekonomis dan keterjangkauannya.
7.Informasi
Msyarakat harus terlibat secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengelolaan sistem transportasi. Untuk itu, masyarakat harus memahami latar belakang pemilihan sistem transportasi serta kebijakannya. Ini juga merupakan bagian untuk menjamin proses transparansi dalam perencanaan, implementasi dan pengelolaan transportasi kota.
8.Advokasi
Advokasi merupakan komponen penting untuk memastikan terlaksananya sistem transportasi yang tidak lagi memihak pada pengguna kendaraan bermotor pribadi semata melainkan memihak pada kepentingan orang banyak. Di banyak kota besar, seperti Tokyo, London, Toronto dan Perth, advokasi masyarakat mengenai sistem transportasi berkelanjutan telah mampu mengubah sistem transportasi kota sejak tahap perencanaan. Advokasi dapat dilakukan oleh berbagai pihak dan dalam berbagai bentuk. Penguatan bagi pengguna angkutan umum misalnya, akan sangat membantu dalam mengelola sistem transportasi umum yang aman dan nyaman.
9.Peningkatan kapasitas
Pembuat kebijakan dalam sektor transportasi perlu mendapatkan peningkatan kapasitas untuk dapat memahami paradigma baru dalam pengadaan sistem transportasi yang lebih bersahabat, memihak pada kepentingan masyarakat dan tidak lagi tergantung pada pemanfaatan kendaraan bermotor pribadi semata.
10.Jejaring kerja
Jejaring kerja dari berbagai stakeholder sangat diperlukan terutama sebagai ajang bertukar informasi dan pengalaman untuk dapat menerapkan sistem transportasi kota yang berkelanjutan.
Kota-kota yang sukses, misalkan dari kota kelas menengah Curitiba hingga kota kaya Zurich, telah menemukan bahwa transportasi yang baik tidak harus mahal. Mega-proyek bukanlah solusi yang tepat. Pemerataan dan keadilan sosial menuntut prioritas utama harus diarahkan pada transportasi umum, pejalan kaki, dan kendaraan tidak bermotor yang dapat digunakan oleh setiap orang, termasuk para penyandang cacat.
Mass Rapid Transit, yang juga disebut sebagai Angkutan umum, adalah layanan transportasi penumpang, biasanya dengan jangkauan lokal, yang tersedia bagi siapapun dengan membayar ongkos yang telah ditentukan. Angkutan ini biasanya beroperasi pada jalur khusus tetap atau jalur umum potensial yang terpisah dan digunakan secara eksklusif, sesuai jadwal yang ditetapkan dengan rute atau lini yang didesain dengan perhentian-perhentian tertentu, walaupun Mass Rapid Transit dan trem terkadang juga beroperasi dalam lalu lintas yang beragam. Ini dirancang untuk memindahkan sejumlah besar orang dalam waktu yang bersamaan. Contohnya antara lain: Bus Rapid Transit, Heavy Rail Transit, dan Light Rail Transit.
1. Heavy rail transit
Sistem hevy rail transit adalah “sistem angkutan menggunakan kereta berkinerja tinggi, mobil rel bertenaga listrik yang beroperasi di jalur-jalur khusus eksklusif, biasanya tanpa persimpangan, dengan bangunan stasiun besar” (TCRP, 1988).
2. Light Rail Transit
Light Rail Transit (LRT) adalah sistem jalur kereta listrik metropolitan yang dikarakteristikkan atas kemampuannya menjalankan gerbong atau kereta pendek satu per satu sepanjang jalur-jalur khusus eksklusif pada lahan bertingkat, struktur menggantung, subway, atau biasanya di jalan, serta menaikkan dan menurunkan penumpang pada lintasan atau tempat parkir mobil (TCRP, 1998). Sistem LRT mencakup pula jalur-jalur trem, meskipun perbedaan utama adalah bahwa trem seringkali beroperasi tanpa jalur khusus eksklusif, dalam lalu lintas campuran.
3. Metro
Metro merupakan terminologi internasional yang paling umum untuk subway, heavy rail transit, walaupun biasanya juga diterapkan secara umum pada sistem heavy rail transit yang sudah lebih ditingkatkan. “Metro” untuk menggambarkan sistem heavy rail transit perkotaan yang dipisahkan secara bertingkat (grade-separated). Ini adalah jenis MRT termahal per kilometer persegi, namun memiliki kapasitas teoritis tertinggi.
4. Sistem kereta komuter
Kereta komuter atau kereta pinggiran merupakan porsi operasional jalur kereta penumpang yang membawa penumpang di dalam wilayah perkotaan, atau antara wilayah perkotaan dengan wilayah pinggiran, namun berbeda dari jenis Metro dan LRT dalam tataran bahwa kereta penumpang secara umum lebih berat, jauhnya jarak rata-rata lebih panjang, dan pengoperasiannya dilakukan di luar jalur-jalur yang merupakan bagian dari sistem jalan kereta dalam sebuah wilayah.
5. Bus Rapid Transit
Banyak kota telah mengembangkan variasi tema tentang pelayanan bus yang lebih baik serta konsep tempat tinggal dalam kumpulan karya terbaik daripada sebuah definisi yang tegas. Bus Rapid Transit adalah satu bentuk angkutan berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem transportasi pintar ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik. Ciri-ciri Bus Rapid Transit termasuk koridor busway pada jalur terpisah, sejajar atau dipisahkan secara bertingkat, dan teknologi bus yang dimodernisasi. Meskipun demikian, terlepas dari pemilahan busway, sistem BRT secara umum meliputi:
•Menaikkan dan menurunkan penumpang dengan cepat
•Penarikan Ongkos yang efisien
•Halte dan stasiun yang nyaman
•Teknologi bus bersih
•Integrasi moda
•Identitas pemasaran modern
•Layanan pelanggan yang sangat baik
Bus Rapid Transit merupakan lebih dari sekadar operasional sederhana di atas jalur eksklusif bus atau busway. Menurut studi terkini tentang busway sejajar (Shen et. al., 1998), hanya setengah dari kota-kota yang memiliki busway telah mengembangkannya sebagai bagian dari paket tindakan sistematis dan komprehensif dari jaringan angkutan massal kota yang akan kami identifikasi sebagai sistem BRT.
Energi yang digunakan oleh aneka jenis transportasi berhubungan erat dengan emisi. Kereta adalah jenis MRT yang paling ramah lingkungan dalam hal penggunaan energi per orang per kilometer, meskipun hanya di tempat-tempat yang sangat padat. Emisi sangat berbeda-beda tergantung pada sumber tenaga yang digunakan untuk membangkitkan penarik listrik (pada kereta), dan teknologi bus serta bensin dalam sistem BRT. Selain itu, tidak seluruh sistem kereta di negara berkembang bertenaga listrik. Oleh karena itu, terkadang terjadi dampak emisi lokal.
Berdasarkan perspektif lingkungan, bagaimanapun, poin utama untuk dicatat yaitu seluruh sistem MRT secara virtual menawarkan keuntungan lingkungan bagi perluasan ketika perjalanan digantikan oleh kendaran bemotor pribadi. Mungkin yang terpenting dalam jangka panjang, dalam rangka pengurangan emisi, adalah dampak sistem MRT pada pemisahan moda, atau persentase orang yang melakukan perjalanan dengan transportasi umum dan pribadi. Berdasarkan pengalaman ini, tampak bahwa sistem-sistem BRT di kota-kota berkembang seperti Bogotá dan Kuritiba yang memberdayakan angkutan umum untuk memelihara atau bahkan meningkatkan bagi hasil dibandingkan kepada transportasi swasta. Di kota-kota lain angkutan umum cenderung berkurang, terkait dengan dampak negatif lingkungan bukan hanya dalam hal emisi polutan setempat, tetapi juga dalam hal gas rumah tangga, suara, dan intruisi visual.